Sekadar untuk mengenang, katamu. Lantas setega itu kau hancurkan hatiku demi keinginan hatimu. Apakah tak kau sadari? kalau hati bukan milikmu saja, hati punya pribadi. Bisa jadi kau bahagia namun aku terlukai. Berapa lembar kuketik surat izin untuk memilikimu? Menyogok takdir untuk mencatat namamu untukku. Tapi aku tak bisa, takdir begitu ahli dalam mengatur naskah yang diberikan Allah. Sementara aku hanya mengutip usaha-usaha untuk mencoba memilikimu. Jika kau bukan usaha yang kukutip yang menjadi sesuatu yang bahagia berarti kau memang bukan tercipta untukku. Lantas, sampai kapan suasana hati tak beraturan begini? saat kau menikah? Dan dengan sendirinya aku sadar kalau kau milik orang lain.
Begitu keluh lidah ini menyebut namamu namun begitu lancar lidah hati membicarakanmu. Kau membuatku seperti ini, takut seribu alasan jika bertemu denganmu namun tidak pernah terjadi. Tentangmu selalu kuselimuti dan kuhiasi hingga sudut malam mencabik-cabik ketenanganku. Kau kutulis dan kau terasa nyata dalam hati hingga wajahmu sulit terlupakan bahkan namamu selalu aktif dalam ingatan. Kumohon hadirlah sejenak untuk menuruni kadar rindu ini.
Aku akan berbicara tentang cinta. Rasa yang membekas di dada karenamu. Semenit saja lepas kepergianmu di kota ini. Jika kau ingin berlabuh ke negeri asing, silakan! Namun hidangkan aku terlebih dahulu sebuah kepastian. Hingga aku benar-benar menghanyutkan namamu.
Namun semua hanya sia-sia. Kau tak pernah merasakan hati ini yang selalu mengharapkanmu. Kau telah kupilih namun kau pergi untuk selamanya. Jika aku jatuh cinta maka aku akan sulit melupakan. Untuk itu tetaplah bersamaku agar rasa ini tak mendustaimu. Hanya saja aku keliru mengenalmu. Waktu dan jarak benar-benar tlah membuatmu melupakanku. Kau memilih kekasih baru dan mengabaikan hati yang masih mengagungkanmu. Sakit dan sangat sakit tapi untuk apa? Jika sakit tertawa untuk kelemahanku.
Kamu adalah pilihanku namun kau juga kesalahanku. Berbahagialah kamu dengannya sebab betapa beruntungnya dia memilikimu. Biarkan aku disini belajar melupakanmu. Waktu adalah obat yang paling ampuh untuk melupakanmu. Kini, tidak pantas lagi aku menunggu sebab tlah kuketahui kalau kepergianmu ke negeri asing hanya untuk menemukan yang terbaik dan itu bukan aku.
Di sudut malam kuatur lagi hatiku, kusembuhkan lewat secarik kertas hingga esok hari kubaca kalau kau hanya imajinasi yang tak pernah lahir ke dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar